Tuesday, April 03, 2012

Kontemplasi sederhana dengan Baron di pantai Padang

Pulang ke Padang mumpung masih cuti eh jobless, kampung halaman tercinta. Melihat project rumah baru nyokap, sambil ngomen2, heuheu, gambar desain rumahnya gw yg bikin, pas dilapangan semua berubah, ujung2nya nyokap ngambek. Berkeliling kota Padang dengan adek gw Surya Hadi alias Abenk, naik motor, seru juga, beda rasanya, sambil photo2 mengambil objek photography menarik yang selama ini luput dari pandangan. Jalan bareng sepupu, Roni alias Baron, kita duduk di Safari, sebuah Café di pinggiran pantai Padang, lumayan jg, gw suka.

Ngobrol bareng Baron, sambil menikmati es cendol pelangi rasanya menyenangkan. Baron adalah musisi, permainan gitarnya jagoan, dia punya sensitifitas tinggi dalam bermusik, musikalitasnya luar biasa, saat ini dia sedang memperdalam harmoni musik. Kami bercerita tentang musik yang begitu logis, musik itu ilmu pasti sama seperti matematika, orang yang jagoan matematika, besar kemungkinan dia jago bermain musik. Dan Baron jenius dalam bermusik gw akui itu.

Dalam keluarga kami, hal yang pasti kita bahas dalam setiap topik diskusi dan ngobrol adalah agama. Heuheu. Dengan semua adek2 gw, sepupu2, dengan bokap, ujung-ujungnya kita pasti ngomong agama, entah kenapa. Kami memang menikmati membahas tentang agama, free thinking. Ibuk gw bilang, Baron selalu mengaji dan berdzikir panjang setiap sehabis sholat, ya begitulah. Dia bertanya tentang pandangan gw tentang beragama, gw bilang, gw sering menyebut diri gw “Questioning Believer”, orang yang percaya Tuhan tapi selalu mempertanyakan, selalu bertanya.

Bagaimana menafsirkan Quran? Menafsirkan ilmu Allah? Baron membaca banyak buku tentang penafsiran Quran, dia bilang dari buku itu kita harus punya 15 ilmu untuk bisa menafsirkan Quran. Woww… Gw bertanya kenapa? Ya itulah kata ulama-ulama di buku itu kata Baron. Yakinkah seperti itu?

Gw merangkum diskusi gw dan Baron;

Musisi butuh kontemplasi, scientist, engineer juga, businessman, semua butuh walaupun dengan porsi yang berbeda.

Ayat pertama yang turun Iqra’, bacalah, berkontemplasilah, berfikirlah, imajinasikanlah, pahamilah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.

Nabi Ibrahim Haniifan berkontemplasi di alam terbuka, membaca ayat-ayat Allah, beliau memahami banyak ilmu tentang kehidupan dan ilmu tentang ketuhanan. Hal yang sama juga dilakukan oleh semua nabi dan rasul Allah sebelum dan sesudah beliau, begitu juga wali-wali Allah dari zaman dulu sampai dengan sekarang ini. Bahkan penemuan berbagai ilmu pengetahuan dari masa kemasa pun bermunculan ketika ada orang-orang yang dengan fokus bersedia melakukan kontemplasi pemikiran baik dialam terbuka yang maha luas ini (makro kosmos, universe) maupun dialam yang maha kecil (mikro kosmos, atom, molekular). Itulah yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan ahli sains, Einstein, juga musisi klasik yang sanggup membuat harmoni hebat, Beethoven.

Mari kita lihat sejenak jejak nabi Ibrahim di dalam Quran dalam mengenal Allah. Dalam kontemplasi beliau yang dalam di alam terbuka universe ini, beliau sempat mempertuhankan bumi, lalu bintang-bintang, lalu bulan, lalu matahari, sebelum akhirnya beliau berhasil mendapatkan pemahaman yang tepat dan benar tentang tuhan yang sesungguhnya, Allah. Artinya, Qur’an sendiri telah memberikan sebuah contoh amat sangat sederhana tentang betapa seorang Ibrahim pun pada mulanya adalah seorang yang tidak mengenal Allah dengan tepat dan benar. Akan tetapi saat beliau dengan konsentrasi duduk berfikir dialam terbuka membaca ilmu tanpa buku, terus menerus, maka hasilnya menjadi sangat lain. Hasilnya adalah sebuah agama fitrah yang tetap abadi sampai sekarang.

Begitupun nabi Muhammad. Diawal-awal beliau menerima risalah kenabian, beliau berkontemplasi di Gua Hira. Siang malam beliau memandang langit tanpa atap, memandang bintang-bintang yang berdenyut, memandang senyuman bulan yang misterius , memandang gumpalan awan yang berarak kesana-kemari, memandang hamparan cakrawala luas tak bertepi. Amazing, dahsyat, sampai suatu saat, saat dipuncak pemikiran dan kontemplasinya, beliau didatangi oleh Jibril yang diperintahkan oleh Allah untuk mengajari beliau cara belajar membaca ilmu “Iqra” tanpa buku.

Lalu bagaimana dalam science? Penemu listrik, Edison tidak pakai buku ketika dia berhasil menemukan fenomena kelistrikan. Maxwell berkontemplasi saat memikirkan ide tentang elektromagnetik. Nikola Tesla fokus saat menemukan microwave, akhirnya menjadi televisi dan telepon seluler. Semua karya mereka menjadi landmark pengetahuan sampai sekarang, monumental!

Sedangkan mayoritas umat islam di berbagai penjuru dunia, di indonesia, tidak begitu. Kita lebih banyak sekedar mengaji, membaca, dan menghafal, tidak lagi suka melakukan kontemplasi di alam terbuka membaca kitab kehidupan yang tergelar luas dihadapan kita. Kita lebih senang membaca dan mendengarkan ilmu dari buku dan buku. Selalu saja buku dan buku. Dan hasilnya, kita telah menjadi orang-orang yang berilmu tapi juga sekaligus berpikiran sempit. Sesempit ilmu yang hanya sebatas isi lembaran-lembaran buku, yang tentu saja membuat kita terseok-seok berhadapan dengan begitu kompleksnya kekinian kehidupan yang terus berkembang. Kita kalah.

Contohnya tidak usah yang rumit-rumit. Kata  buya Hamka dalam bukunya Falsafah hidup. Disekolah-sekolah, dari yang tingkat dasar sampai tingkat tinggi, memang semua ilmu dibahas, dihafal, diujikan dengan sangat detail. Tapi semua itu adalah ilmu yang sudah ada dan malah sudah basi dan tidak terpakai lagi. Akibatnya kita tidak pernah mendapatkan hal-hal yang baru dalam ilmu itu. Tahu-tahu kita terkejut dengan fenomena baru. Akhirnya kitapun tumbuh menjadi bangsa yang suka kagetan dan suka mengekor saja kepada hasil berbagai temuan orang lain dari berbagai penjuru dunia.

Apalagi dalam cara kita beragama. Gara-gara adanya ribuan buku agama yang mengupas ayat Qur’an dan Hadist (Sorry, hadist banyak yang bertolak belakang dan palsu) dengan sangat dalam oleh berbagai ilmuwan agama islam, maka buku-buku itu malah membatasi perjalanan rohani kita hanya sebatas kalimat-kalimat didalam buku-buku itu. Buku buku keagamaan, kata-kata uztad malah membatasi kontemplasi kita terhadap Quran, jagad raya, universe ini. Padahal fungsi buku-buku itu sebenarnya hanyalah sebatas ilmu saja, sebagai referensi. Bahkan banyak yang kaget kalo islam itu banyak mahzab nya, cara sholat pun berbeda-beda, ada yang tidak pakai shalawat nabi, ada yang 3 kali sehari, ada yang 5 kali, ada yang sunni, ada yang syiah. Banyak yang beragama hanya mengikuti bapak-bapak dan orang tua mereka, mengikuti budaya, tanpa kontemplasi pemikiran.
Benar kata Quran 31:21:


Sahih International

And when it is said to them, "Follow what Allah has revealed," they say, "Rather, we will follow that upon which we found our fathers." Even if Satan was inviting them to the punishment of the Blaze?

Indonesian

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?

Quran 43:21-24

Sahih International

Rather, they say, "Indeed, we found our fathers upon a religion, and we are in their footsteps [rightly] guided."

Indonesian

Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".

Sahih International

And similarly, We did not send before you any warner into a city except that its affluent said, "Indeed, we found our fathers upon a religion, and we are, in their footsteps, following."

Indonesian

Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka".

Sahih International

[Each warner] said, "Even if I brought you better guidance than that [religion] upon which you found your fathers?" They said, "Indeed we, in that with which you were sent, are disbelievers."

Indonesian

(Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya".

Sahih International

Or have We given them a book before the Qur'an to which they are adhering?

Indonesian

Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al Quran, lalu mereka berpegang dengan kitab itu?

Kembalilah ke Quran, jangan terjebak dengan hadist (banyak yg palsu), berkontemplasilah karena kita semua berakal, rasakan nikmatnya.

*Gw yang terkagum-kagum dengan konsep waktu dan universe dalam Quran.

Sunday, February 26, 2012

di Toko Nyokap, Belajar Kehidupan

Bulan ini kontrak kerja gw habis dengan GS Engineering & Construction Seoul. Gw tidak memperpanjang kontrak baru yang ditawarkan, setelah melalui pertimbangan matang, ada hal-hal yang jauh lebih penting yang musti gw selesaikan dulu di Indonesia. Mungkin next step mencoba peruntungan di tempat lain.

Minggu lalu, instrument proposal team membuat farewell party buat gw, kita dinner bareng, bercerita, ngobrol panjang lebar. Gw menyampaikan kata sambutan, mengucapkan terimakasih atas semua “priceless experience” yang gw dapatkan selama di Korea. “I became a stronger person in here”.  Boss gw Mr. Kang mengucapkan terima kasih “Thank you David for your work, you make my work easier, you are very smart”. Boss gw yang lain, Mr. Kim juga mengucapkan terimakasih “David, I am so sad you are not extend your contract, you are the smartest foreigner that I know”. Team gw SH. Kim mengucapkan kata-katanya “Dave, when you go back to Indonesia, I have no teacher anymore, you are a good teacher, very good one”. Tapi yang paling gw suka adalah kata-kata dari SS. Lee “David, I envy on you, you can make a quick understanding on a problems and solve it easily, I should learn it”.
Terdiam lama gw beberapa hari, berfikir kenapa boss dan team gw membuat komentar seperti itu. Gw bukan orang yang pintar2 amat, jarang mendapat rangking, sering mendapat nilai merah, pemalas pastinya. Quantum leap terjadi, teman gw mengirim email di milis, tulisan Dr. Rhenald Kasali tentang belajar 5cm. Inti dari tulisannya adalah apa yang membuat sebuah bangsa atau culture menjadi lebih unggul. Disana disebutkan, orang Yahudi, biasa mengajarkan musik kepada anak-anak mereka semenjak bayi, orang Cina biasa melatih anaknya dengan menjaga toko, begitu juga dengan orang India.

Yup itu jawabannya, setiap hari gw menjaga toko nyokap minimal 2 jam sejak kelas 2 SD sampai kelas 3 SMA, lebih dari 10 tahun di Padang sebelum merantau ke Bandung. Toko nyokap gw amat sangat tradisional, dulu toko itu adalah yang paling gede di komplek rumah gw. Sekarang udah nggak lagi, karena udah gak diurus lagi oleh beliau, lagian, anak-nya udah gak ada lagi yang membantu. heuheu. Yang jelas jaman gw SD dulu, menjaga toko adalah hal yang amat sangat menyebalkan karena mengurangi jatah main gw. Gw selalu membayangkan orang tua gw bukan pedagang, sehingga gw gak perlu membantu mereka. Penyiksaan yang amat sangat pedih rasanya kalau seharian menjaga toko karena nyokap ada urusan yang gak bisa di tunda.

Saat gak ada nyokap dirumah, terpaksa gw sebagai anak tertua menjaga toko, kadang-kadang sales produk (Indofood, Coca cola, Nestle, dll) datang ke toko menanyakan apa saja yang akan dibeli. Gw harus memutuskan barang-barang yang harus dibeli karena stoknya habis, ibarat buah simalakama, kalo gak gw beli nyokap marah, kalo salah beli nyokap marah pula. Seringkali nyokap marah karena gw membeli barang yang stoknya masih banyak. Pernah adek gw membeli barang kebanyakan sampai berdus-dus, nyokap gw ngamuk berat, walaupun toh akhirnya habis juga barangnya terjual. Haha..

Kadang-kadang gw yang harus berbelanja di Grosir di Pondok, pecinan di kota Padang. Gw ingat kelas 3 SD, gw disuruh belanja di Grosir Tepi Pasang. Waktu itu pertama kalinya gw memegang uang jutaan dengan list barang yang harus dibeli. Sampai di toko Grosir, gak ada yang peduli sama gw, sampai gw harus mengeluarkan semua keberanian untuk ngomong mengutarakan maksud, dan gw berhasil berbelanja di Grosir pertamakalinya. Atau membeli minyak goreng curah di Muaro, dengan segala kekotoran dan negoisasi harga.

10 tahun menjaga toko setiap hari membuat gw mengerti kenaikan harga, gw begitu sensitive kalau ada yang berubah, paham apa yang akan terjadi dengan inflasi dan akibatnya. Dulu gw menjaga toko saat harga rokok gudang garam sebatang Rp. 50, sebungkus Rp. 250 rupiah. Sekarang udah belasan ribu harga rokok. 20 tahun, ratusan kali inflasi. Toko nyokap benar2 tradisional, gak ada elektroniknya bahkan menghitungnya pun pakai tulisan di kertas, hitung dikepala tanpa kalkulator. Gw pernah bertanya “kenapa gak pake kalkulator?” Bokap bilang “kalau otakmu masih encer, gak perlu kalkulator” hehe.. sering kali gw salah menjumlahkan, ketahuan dari catatan, nyokap ngamuk, tapi karena ada catatan pula kita masih bisa mengklaim perbedaan hitungan ke orang yang berbelanja.

Berantam di toko itu biasa. Banyak preman-preman yang se-enaknya minta duit, berhutang, minta rokok. Kalo gak dikerasin mereka ngelunjak. Keberanian dan semua kata2 mutiara harus keluar saat berhadapan dengan mereka. Kita harus bisa mengeluarkan kata-kata pamungkas menghina mereka, membuat mereka tidak sanggup berkata2 bahkan mengeluarkan pukulan mereka.

Toko nyokap selalu rame tiap malam, dengan bapak2 sekitar komplek, ajang mengobrol dari politik sampai olahraga. Bapak-bapak tersebut dari dokter sampai guru, dari pensiunan perwira TNI sampai pengusaha. Gw suka sekali mengamati mereka mengobrol, ikut nimbrung dengan topik mereka. Mereka sering membawa majalah-majalah & koran-koran politik ke toko, tentu saja gw meminjamnya. Mangkanya waktu kecil gw lebih sering baca hal-hal yang berat-berat, gw jarang baca komik. Terlalu ringan buat gw.

Di toko nyokap ada 2 buku yang gw baca tuntas sebelum kelas 5 SD, itu karena gw musti menjaga toko dan jadilah gw membacanya. Terjemahan Alquran Depag warna hijau dan Terjemahan Alquran Mahmud Yunus warna merah. Terjemahan quran itu biasa dibaca ama bokap gw kalo dia ada kesempatan jaga toko. Gw membandingkan terjemahan keduanya dari awal, dan membuat gw berfikir bebeas terhadap pengertiannya dan terpesona dengan Al Quran sang al furqan sampai sekarang. Di dalam lubuk hati terdalam gw pengen lancar berbahasa arab supaya gw bisa memahami bahasa quran.

10 tahun lebih dari kelas 2 SD sampai kelas 3 SMA, gw belajar banyak hal mulai dari cara berkomunikasi, berfikir cepat, bernegoisasi, berhitung angka, mengingat harga, kejujuran, kerja keras dan keberanian mengambil keputusan.  Dulu gw benar-benar terpaksa menjaga toko tiap hari. Sekarang gw benar-benar berterimakasih diberikan kesempatan belajar banyak hal, berpanas-panasan, berkeringat, bermain-main tentang kehidupan di Toko nyokap yang selalu ada cinta.  

Teringat lagi kata-kata SS. Lee “David, I envy on you, you can make a quick understanding on a problems and solve it easily, I should learn it”. Besoknya gw ngobrol ama SS. Lee dan bilang “I just say thanks to my mom who always pushed me to work on her store since I was at 2nd grade elementary school” “She didn’t care about my school home works, she just care about her store”

Thanks Mam, ibunda yang tidak pernah menanyakan PR gw, tapi selalu memaksa gw untuk menjadi orang yang belajar kehidupan, bertanggung jawab dengan menjaga toko setiap hari, seperti cina dan yahudi.



Thursday, February 02, 2012

My Jung Personality

Introverted (I) 54.55% Extroverted (E) 45.45%
Intuitive (N) 62.86% Sensing (S) 37.14%
Thinking (T) 69.44% Feeling (F) 30.56%
Perceiving (P) 53.57% Judging (J) 46.43%


INTP -  "Architect". Greatest precision in thought and language. Can readily discern contradictions and inconsistencies. The world exists primarily to be understood. 3.3% of total population.
Take Free Jung Personality Test
Personality Test by SimilarMinds.com



Tuesday, January 10, 2012

Permen Yang Begitu Berkesan

Pernahkah anda mendapat permen yang begitu berkesan? Saya pernah.

Waktu masih bekerja di Tripatra saya beberapa kali ikut training leadership dan kepemimpinan. Waktu itu Tripatra sedang dalam tahap yang begitu bernafsu untuk growth setelah penyelesaian project UPD 2. Impian untuk menjadikan Tripatra perusahaan yang go international pun dibuat. Training-training diadakan untuk meningkatkan kemampuan karyawan untuk menghadapi tantangan. Training yang paling heboh waktu itu adalah traning PMT (Project Management Training) yang bekerjasama dengan Experd, salah satu perusahaan sumberdaya manusia punyanya ibu Eileen Rachman yg kompeten, beliau sering menulis di kompas sabtu. Training itu dibuat untuk engineer-engineer yang potensial menjadi pemimpin Tripatra. Tentu saja untuk bisa mengikuti training itu harus dengan seleksi yang ketat.

Saya dengan penuh kesadaran amat sangat menyadari kalau saya adalah orang yang selalu bermasalah dengan psikotest semenjak jaman SMA, kuliah sampai kerja. Bukan karena apa-apa, saya tidak percaya dengan psikotest. Bagaimana mungkin orang yang gak percaya dengan psikotest bisa bagus hasil psikotestnya? Ketidak percayaan saya terhadap psikotest bukan karena hasilnya yang kacau, justru karena saya dibilang amat sangat jenius. Aneh menurut saya dibilang jenius, sejak itu saya gak percaya lagi. Heuheu. Lain kali saya ceritakan tentang psikotest.

Saya pernah berdiskusi dengan boss saya mengenai program PMT itu, di container dia di UPD 2 project.
saya bilang apa adanya “menurut saya programnya kurang menarik dan gak ada gunanya pak”,
seperti biasa boss saya langsung panas “kenapa anda ngomong seperti itu pak?, ini real opportunity buat anda pak
saya kuliah belajar system pak, dosen saya selalu bilang harus melihat sebuah opportunity dan masalah dengan menyeluruh” saya nyablak,
Boss saya orang yang pantang kalah pastinya, masak kalah dari saya “ini kita mulai pak, supaya lebih baik, supaya career pathnya anda jelas
Saya mengerti pak, tapi membaca buku bagus tentang sepeda, tidak membuat orang itu bisa bersepeda” Saya bilang analogi saya bagaimana melihat sebuah training.
Lantas saya bilang “ Saya prefer involve di project jadi project engineer daripada training

Akhirnya setelah berbagai seleksi dan psikotest, seperti yang sudah saya duga, saya tidak ikut dan tidak terpilih untuk training PMT itu. Sambil tersenyum-senyum masam saya berfikir, kenapa nama saya tidak ada? mungkin karena tidak berpotensi, mungkin karena boss saya melihat dari sudut pandang lain. Lagian saya juga tidak terlalu beminat. Saya tidak mengikuti PMT dan dipindahkan ke Project Management sebagai project engineer.

Training PMT bergulir saya tidak ikut, saya mulai sebagai project engineer, luar biasa sibuknya, pernah saya masuk kantor 6 minggu tanpa off termasuk sabtu minggu dan hari libur. Gila-gilaan kerjanya. Lucunya banyak orang yang berfikir saya kerja gila karena saya ikut training PMT jadi penuh motivasi, termasuk bos-bos lainnya padahal gak, heuheu. Saya harus belajar banyak hal, selain mengenai manajemen proyek saya harus belajar Legal, Finance, IT, Construction, semuanya. Belum lagi waktu itu saya tiap sabtu ikut training CFA di Financial Club. Untung waktu itu saya gak sakit. Terkadang saya berfikir, kenapa saya mau kerja gila, padahal saya lembur pun gak dibayar. Sebenernya saya bisa aja kerja santai-santai. Kenapa? Sampai akhirnya saya capek sendiri.

Sampai suatu hari saya disuruh ikut training PMT, saya bisa ikut, karena ada beberapa orang peserta PMT yang seharusnya ada yang tidak bisa ikut, jadilah saya mengisi slot orang yang gak bisa ikut tersebut walaupun saya kurang suka.

Sebagai peserta baru, yang belum pernah ikut training seperti yang lainnya, sebagian besar yang saya lakukan saat training hanya menyimak, memahami karakter orang-orang, saya juga gak terlalu berminat buat aktif. Saya ikuti trainingnya, entah kenapa pengisinya (waktu itu bu Eileen Rachman) terus menerus menunjuk saya buat ngomong, mungkin karena dia belum pernah melihat saya sebelumnya.

Akhirnya tiba pada acara game, setiap orang dibagikan permen warna-warni, setiap orang harus memberikan permen ke orang lain sesuai dengan karakter warna yg dia nilai sesuai dengan orang tersebut. Warna merah untuk orang yang pinter, warna hijau untuk yang ceria, warna coklat untuk yang kalem dan seterusnya.

Game pun dimulai, semua orang membagikan permen ke orang lain, sambil menilai-nilai karakter orang tersebut warna apa yang pantas diberikan kepadanya, semua heboh. Awalnya saya biasa aja, hanya ikut-ikutan, saat saya sampai di meja, menumpuk begitu banyak permen warna kuning, dari peserta training lainnya, sahabat dan teman-teman sekantor saya. Saya kaget mendapat banyak permen warna kuning, saya tidak menyangka kalau orang lain memandang saya sesuai dengan kepribadian permen warna kuning. Pada game itu, permen warna kuning diberikan untuk orang yang selalu bersemangat dan pantang menyerah.

Selama ini saya selalu berfikir saya orang yang sering menyerah dan malas. Ternyata tidak dari sudut pandang orang lain. Rasanya saya berterimakasih pada game itu telah mengingatkan saya, kalau pemimpin itu harus terdepan, selalu bersemangat dan pantang menyerah. Ternyata, terkadang kita perlu mengakuan jujur dari sahabat untuk lebih memahami dan mengingat lagi siapa kita sesungguhnya.

Coba luangkan waktu berjalan dengan sahabat, dan saling mendiskusikan tentang diri masing-masing, kelebihan dan kekurangan dengan segala kejujuran hati.

Saya yang kurang menyukai training, malah kembali menyadari diri saya saat training dari sahabat-sahabat saya. Gara-gara permen.

Never give up, never ever surrender.



Friday, January 06, 2012

Apa Yang Emak Bilang?

Hampir 11 tahun saya merantau, pergi meninggalkan kampung halaman tanah tempat darah tertumpah di kota Padang, menuju petualangan kehidupan. Dari seorang anak lugu dengan segala kebodohan dan rasa takut, mengejar pengalaman, ilmu dan kedewasaan. Dulu pertamakali dalam hidup mencium tangan emak saat berangkat UMPTN, minta doa dan ridho biar lulus.

Apa yang emak selalu bilang sebelum semua percakapan diantara kami dimulai? Entah di telepon atau di rumah.
“Nak, Jangan lupa sholat 5 waktu, jangan bolong-bolong lagi”
“Nak, hematlah, emak tau bujangan itu duitnya habis terus”
“Nak, jangan pernah takut kalau yakin kamu benar”
“Nak, carilah urang awak, karena emak tau bagaimana sifat keras kepalamu”

Mak, anakmu mohon maaf karena sholat yang masih bolong-bolong, duit yang habis terus, rasa takut yang selalu memburu dan urang awak yang belum berjumpa.

Seoul – didinginnya winter January 2012