Tuesday, April 03, 2012

Kontemplasi sederhana dengan Baron di pantai Padang

Pulang ke Padang mumpung masih cuti eh jobless, kampung halaman tercinta. Melihat project rumah baru nyokap, sambil ngomen2, heuheu, gambar desain rumahnya gw yg bikin, pas dilapangan semua berubah, ujung2nya nyokap ngambek. Berkeliling kota Padang dengan adek gw Surya Hadi alias Abenk, naik motor, seru juga, beda rasanya, sambil photo2 mengambil objek photography menarik yang selama ini luput dari pandangan. Jalan bareng sepupu, Roni alias Baron, kita duduk di Safari, sebuah Café di pinggiran pantai Padang, lumayan jg, gw suka.

Ngobrol bareng Baron, sambil menikmati es cendol pelangi rasanya menyenangkan. Baron adalah musisi, permainan gitarnya jagoan, dia punya sensitifitas tinggi dalam bermusik, musikalitasnya luar biasa, saat ini dia sedang memperdalam harmoni musik. Kami bercerita tentang musik yang begitu logis, musik itu ilmu pasti sama seperti matematika, orang yang jagoan matematika, besar kemungkinan dia jago bermain musik. Dan Baron jenius dalam bermusik gw akui itu.

Dalam keluarga kami, hal yang pasti kita bahas dalam setiap topik diskusi dan ngobrol adalah agama. Heuheu. Dengan semua adek2 gw, sepupu2, dengan bokap, ujung-ujungnya kita pasti ngomong agama, entah kenapa. Kami memang menikmati membahas tentang agama, free thinking. Ibuk gw bilang, Baron selalu mengaji dan berdzikir panjang setiap sehabis sholat, ya begitulah. Dia bertanya tentang pandangan gw tentang beragama, gw bilang, gw sering menyebut diri gw “Questioning Believer”, orang yang percaya Tuhan tapi selalu mempertanyakan, selalu bertanya.

Bagaimana menafsirkan Quran? Menafsirkan ilmu Allah? Baron membaca banyak buku tentang penafsiran Quran, dia bilang dari buku itu kita harus punya 15 ilmu untuk bisa menafsirkan Quran. Woww… Gw bertanya kenapa? Ya itulah kata ulama-ulama di buku itu kata Baron. Yakinkah seperti itu?

Gw merangkum diskusi gw dan Baron;

Musisi butuh kontemplasi, scientist, engineer juga, businessman, semua butuh walaupun dengan porsi yang berbeda.

Ayat pertama yang turun Iqra’, bacalah, berkontemplasilah, berfikirlah, imajinasikanlah, pahamilah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan.

Nabi Ibrahim Haniifan berkontemplasi di alam terbuka, membaca ayat-ayat Allah, beliau memahami banyak ilmu tentang kehidupan dan ilmu tentang ketuhanan. Hal yang sama juga dilakukan oleh semua nabi dan rasul Allah sebelum dan sesudah beliau, begitu juga wali-wali Allah dari zaman dulu sampai dengan sekarang ini. Bahkan penemuan berbagai ilmu pengetahuan dari masa kemasa pun bermunculan ketika ada orang-orang yang dengan fokus bersedia melakukan kontemplasi pemikiran baik dialam terbuka yang maha luas ini (makro kosmos, universe) maupun dialam yang maha kecil (mikro kosmos, atom, molekular). Itulah yang dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan ahli sains, Einstein, juga musisi klasik yang sanggup membuat harmoni hebat, Beethoven.

Mari kita lihat sejenak jejak nabi Ibrahim di dalam Quran dalam mengenal Allah. Dalam kontemplasi beliau yang dalam di alam terbuka universe ini, beliau sempat mempertuhankan bumi, lalu bintang-bintang, lalu bulan, lalu matahari, sebelum akhirnya beliau berhasil mendapatkan pemahaman yang tepat dan benar tentang tuhan yang sesungguhnya, Allah. Artinya, Qur’an sendiri telah memberikan sebuah contoh amat sangat sederhana tentang betapa seorang Ibrahim pun pada mulanya adalah seorang yang tidak mengenal Allah dengan tepat dan benar. Akan tetapi saat beliau dengan konsentrasi duduk berfikir dialam terbuka membaca ilmu tanpa buku, terus menerus, maka hasilnya menjadi sangat lain. Hasilnya adalah sebuah agama fitrah yang tetap abadi sampai sekarang.

Begitupun nabi Muhammad. Diawal-awal beliau menerima risalah kenabian, beliau berkontemplasi di Gua Hira. Siang malam beliau memandang langit tanpa atap, memandang bintang-bintang yang berdenyut, memandang senyuman bulan yang misterius , memandang gumpalan awan yang berarak kesana-kemari, memandang hamparan cakrawala luas tak bertepi. Amazing, dahsyat, sampai suatu saat, saat dipuncak pemikiran dan kontemplasinya, beliau didatangi oleh Jibril yang diperintahkan oleh Allah untuk mengajari beliau cara belajar membaca ilmu “Iqra” tanpa buku.

Lalu bagaimana dalam science? Penemu listrik, Edison tidak pakai buku ketika dia berhasil menemukan fenomena kelistrikan. Maxwell berkontemplasi saat memikirkan ide tentang elektromagnetik. Nikola Tesla fokus saat menemukan microwave, akhirnya menjadi televisi dan telepon seluler. Semua karya mereka menjadi landmark pengetahuan sampai sekarang, monumental!

Sedangkan mayoritas umat islam di berbagai penjuru dunia, di indonesia, tidak begitu. Kita lebih banyak sekedar mengaji, membaca, dan menghafal, tidak lagi suka melakukan kontemplasi di alam terbuka membaca kitab kehidupan yang tergelar luas dihadapan kita. Kita lebih senang membaca dan mendengarkan ilmu dari buku dan buku. Selalu saja buku dan buku. Dan hasilnya, kita telah menjadi orang-orang yang berilmu tapi juga sekaligus berpikiran sempit. Sesempit ilmu yang hanya sebatas isi lembaran-lembaran buku, yang tentu saja membuat kita terseok-seok berhadapan dengan begitu kompleksnya kekinian kehidupan yang terus berkembang. Kita kalah.

Contohnya tidak usah yang rumit-rumit. Kata  buya Hamka dalam bukunya Falsafah hidup. Disekolah-sekolah, dari yang tingkat dasar sampai tingkat tinggi, memang semua ilmu dibahas, dihafal, diujikan dengan sangat detail. Tapi semua itu adalah ilmu yang sudah ada dan malah sudah basi dan tidak terpakai lagi. Akibatnya kita tidak pernah mendapatkan hal-hal yang baru dalam ilmu itu. Tahu-tahu kita terkejut dengan fenomena baru. Akhirnya kitapun tumbuh menjadi bangsa yang suka kagetan dan suka mengekor saja kepada hasil berbagai temuan orang lain dari berbagai penjuru dunia.

Apalagi dalam cara kita beragama. Gara-gara adanya ribuan buku agama yang mengupas ayat Qur’an dan Hadist (Sorry, hadist banyak yang bertolak belakang dan palsu) dengan sangat dalam oleh berbagai ilmuwan agama islam, maka buku-buku itu malah membatasi perjalanan rohani kita hanya sebatas kalimat-kalimat didalam buku-buku itu. Buku buku keagamaan, kata-kata uztad malah membatasi kontemplasi kita terhadap Quran, jagad raya, universe ini. Padahal fungsi buku-buku itu sebenarnya hanyalah sebatas ilmu saja, sebagai referensi. Bahkan banyak yang kaget kalo islam itu banyak mahzab nya, cara sholat pun berbeda-beda, ada yang tidak pakai shalawat nabi, ada yang 3 kali sehari, ada yang 5 kali, ada yang sunni, ada yang syiah. Banyak yang beragama hanya mengikuti bapak-bapak dan orang tua mereka, mengikuti budaya, tanpa kontemplasi pemikiran.
Benar kata Quran 31:21:


Sahih International

And when it is said to them, "Follow what Allah has revealed," they say, "Rather, we will follow that upon which we found our fathers." Even if Satan was inviting them to the punishment of the Blaze?

Indonesian

Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?

Quran 43:21-24

Sahih International

Rather, they say, "Indeed, we found our fathers upon a religion, and we are in their footsteps [rightly] guided."

Indonesian

Bahkan mereka berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka".

Sahih International

And similarly, We did not send before you any warner into a city except that its affluent said, "Indeed, we found our fathers upon a religion, and we are, in their footsteps, following."

Indonesian

Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka".

Sahih International

[Each warner] said, "Even if I brought you better guidance than that [religion] upon which you found your fathers?" They said, "Indeed we, in that with which you were sent, are disbelievers."

Indonesian

(Rasul itu) berkata: "Apakah (kamu akan mengikutinya juga) sekalipun aku membawa untukmu (agama) yang lebih (nyata) memberi petunjuk daripada apa yang kamu dapati bapak-bapakmu menganutnya?" Mereka menjawab: "Sesungguhnya kami mengingkari agama yang kamu diutus untuk menyampaikannya".

Sahih International

Or have We given them a book before the Qur'an to which they are adhering?

Indonesian

Atau adakah Kami memberikan sebuah kitab kepada mereka sebelum Al Quran, lalu mereka berpegang dengan kitab itu?

Kembalilah ke Quran, jangan terjebak dengan hadist (banyak yg palsu), berkontemplasilah karena kita semua berakal, rasakan nikmatnya.

*Gw yang terkagum-kagum dengan konsep waktu dan universe dalam Quran.