Monday, December 26, 2011

Kisah Sepeda

3 minggu yang lalu gw mendapat doorprize, sebuah sepeda warna putih, mereknya Titicaca. Sebelumnya gw belum pernah mendapatkan doorprize, ini adalah doorprize pertama kalinya, tapi bukan itu yang ingin gw ceritakan kali ini.

Faktanya adalah, gw belum pernah punya sepeda seumur hidup, jadi sepeda ini adalah juga sepeda pertama gw. Dulu saat gw belum menginjak TK gw memang pernah punya sepeda dengan roda bantu, sepertinya sepeda itu gak perlu dihitung disini. Ya, amazing, akhirnya gw punya sepeda beneran yang benar-benar kepunyaan gw, yang kepemilikannya sah ditangan gw.

Dulu gw belajar sepeda dengan memimjam sepeda BMX teman gw, tetangga sebelah rumah, maklumlah, dia punya banyak mainan, dari yang penting sampai gak penting. Gw bisa bersepeda kelas 2 SD, gw ingat waktu itu cawu 3 kelas 2, menginjak mau naik kelas 3, gw belajar mengendarai sepeda seefektif mungkin, saat sang teman meminjamkan sepedanya, akhirnya gw berhasil menguasainya dalam 2 hari. Menginjak kelas 3 SD gw sudah malang melintang mengendarai sepeda, tapi sayang sekali gw belum punya sepeda, hanya meminjam dari teman gw, sepeda kakak perempuannya yang jarang dipakai, jadi gw boleh meminjamnya.

Saat kelas 3 SD itu pula, mau naik kelas 4 SD, lagi heboh-hebohnya sepeda Federal, fun bike diadakan setiap minggu, bentuk sepeda berganti, dari sepeda BMX menjadi Federal. Dan, semua orang punya sepeda Federal! Sebagai seorang anak yang semua orang dilingkungannya punya sepeda, tentu saja gw pengen punya. Orang tua gw bilang akan membelikan sepeda bwt gw. Kelas 3 SD, naik kelas 4 gw rangking 1, juara kelas. Gw memberanikan meminta dibelikan sepeda federal ke nyokap. Dengan santainya nyokap bilang “gak ada duit”, gila, panik gw, semua orang punya sepeda dan gw? Gak mungkin terus-terusan meminjam sepeda temen.

Sempat gw mengamuk, gw bukan tipe orang yang ngambek, tapi sering mengamuk segila2nya, kalau keinginan gak tercapai. Kebiasaan gw mengamuk itu sejak dari kecil kata orang tua, nenek, tante2 gw, kebiasaan yang aneh sejak gw balita. Sekarang sih sudah berkurang, sudah makin dewasa, dan dilampiaskan ke hal lain. Hehehe. Gw mengamuk minta dibelikan sepeda Federal, sejadi2nya. Tetap orang tua gw gak berniat membelikannya. Akhirnya gw menyerah. Nyokap bilang kalo di atas gudang, di langit2 rumah ada sepeda ontel, kita biasa menyebutnya sepeda unta. Sepeda itu, sepeda nyokap saat sekolah di SMP 1 Padang dulu. Makin mengamuk gw, dibecandain kyk gitu ama nyokap. 2 hari berlalu, akhirnya gw turunkan juga itu sepeda, daripada gak ada sama sekali.

Sepeda onthel itu berdebu, tapi masih bagus, warnanya hitam agak hijau, ban-nya bocor, remnya masih bagus, sadelnya dari kulit warna hitam. Dinamo dan lampunya masih nyala, rantainya juga masih kuat. Masih ada tulisannya, mereknya “phoenix”, akhirnya gw bawa ke bengkel sepeda, gw minta duit buat ganti ban ke nyokap, dan nyokap setuju. Kedua bannya diganti baru, sepedanya gw bersihin sampai mengkilat, rantainya dikasih gemuk. Sepedanya ada boncengannya di belakang, rem-nya teromol, benar2 berbeda dengan sepeda Federal.

Sepeda onthel poenix itu berhasil gw bersihkan dan bisa dipake jalan. Gw coba mengendarainya di sekitar rumah. Malu? Pastinya, karena gak ada orang yang pakai sepeda itu sebelumnya, tapi apa daya daripada gak ada sepeda yang dipakai. 2 hari sudah sepeda itu gw pakai sekeliling rumah, lumayan, seru juga, jalannya cepat, karena rodanya memang di desain untuk jalan raya, remnya bagus, lampunya nyala, dan bisa mengeluarkan klakson kring kring. Hehehe. Di rumah OK, tapi bagaimana kalau dibawa kesekolah? Mau ditaruh dimana muka ini?

Ahh, gw gak peduli dengan apapun, gw gak mau gak bisa bermain dengan teman-teman karena gak punya sepeda. Biarlah gw sedikit malu, tapi bisa bermain bersama. Akhirnya gw bawa sepeda ontel merek phoenix itu ke sekolah. Gw kayuh pelan, perlahan, gw sudah siap untuk malu semalu-malunya di ejek oleh teman-teman karena sepeda gw bukan Federal. Ingin rasanya balik pulang kerumah, tapi gw musti sampai disana. Tiba di gerbang, teman-teman gw sudah bermain dengan riang di pekarangan sekolah. Gw datang mengayuh sepeda ontel tua, semua melihat ke arah gw, semua diam, semua kaget terbelalak. Gw lebih panik lagi memikirkan apa yang akan terjadi. Semua teman menghampiri gw, menyentuh sepeda gw, mungkin mereka kaget juga melihatnya. Gw bilang, “ini sepeda gw, turunan dari nyokap.” Gw galau.

Teman gw bilang “sepedanya keren” “mantabh” “hebat” “gak nyangka waang pake sepeda ini”. Gw lebih kaget lagi, kalau teman-teman gw memuji sepeda gw. Semua orang berebutan pengen make sepeda ontel gw, mereka rela meminjamkan sepeda mereka ke gw demi naik sepeda gw. Di komplek rumah temen gw juga gitu, semua berebut naik sepeda gw. Tiba-tiba jadi selebritis. Heuheu..

Gw benar-benar gak menyangka respon yang gw dapat dari teman-teman. 180 derajat berbeda dari apa yang gw bayangkan. Dan kisah itu mengubah cara pikir gw kecil terhadap dunia sampai sekarang. Gw belajar untuk menjadi percaya diri, gw menjadi orang yang independent, gw menjadi orang yang optimis, bahkan naive. Sejak itu gw percaya, jangan pernah menyerah sebelum pernah mencoba. Semua hal hanya masalah mengenai apa yang kita pikirkan saja, tidak lebih. Pikiranmu adalah milikmu, bahagiamu juga milikmu, sedihmu juga milikmu, perjuanganmu juga milikmu. “Who care with other people think about you”.

Gw selalu mengenang kisah sepeda ini, jika kehilangan semangat untuk menjadi optimis, dan lemah karena segala cacian.



 

No comments: